Darmi namanya, perempuan yang lahir di dusun, jauh dari hiruk pikuknya kota. Meskipun dari Dusun, bukan berarti Darmi tanpa cita-cita atau gegayuhan yang ingin dicapainya. Keinginan yang sulit bagi orang lain untuk memahaminya. Keinginan untuk senantiasa berada diantara yang kecil, diantara wajah-wajah letih dan putus asa.
Keinginannya senantiasa meletup-letup di dada, membuat ia selalu gelisah untuk berusaha mencapainya. Meskipun ia terkadang ada sedikit kebimbangan, mampukah? Dengan tangan-tangan kecil ini dan langkah langkah pendek kaki ini?
Setidaknya emak dan saudara-saudaraku bangga dan aku punya penghasilan kalau aku merantau dan bekerja, demikian Darmi selalu menjawab saat ditanya alasan kenapa ia saat ini bekerja di kota.
Keinginannya senantiasa meletup-letup di dada, membuat ia selalu gelisah untuk berusaha mencapainya. Meskipun ia terkadang ada sedikit kebimbangan, mampukah? Dengan tangan-tangan kecil ini dan langkah langkah pendek kaki ini?
Setidaknya emak dan saudara-saudaraku bangga dan aku punya penghasilan kalau aku merantau dan bekerja, demikian Darmi selalu menjawab saat ditanya alasan kenapa ia saat ini bekerja di kota.
Hari-hari ia lalui dengan rutinitas kerja ala Darmi. Ia harus menyesuaikan diri dengan banyak hal yang berbeda dengan apa yang selama ini ia jalani , mau tidak mau , harus. Meskipun banyak hal hal yang ia rasakan kurang nyaman.
Untunglah ia mempunyai sahabat-sahabat yang sangat baik , Srikandi yang kenes, Bang Bara, Si Tompel, Markarip juga si Towit. Ia merasa sangat bersyukur mempunyai sahabat seperti mereka. Sebenarnya mereka mempunyai karakter yang berbeda-beda, satu hal kesamaan dari mereka adalah : sifatnya yang kocak. Banyak hal yang sepele atau bahkan yang seriuspun bisa menjadi bahan untuk lelucon mereka. Dukungan akan senantiasa mereka berikan bila memang ada yang membutuhkan. Bagi Darmi, mereka semua memberi warna tersendiri dalam hidupnya
Sekian tahun berlalu, Darmi merasakan kegelisahan hatinya kembali muncul, dan itu tandanya ia harus beranjak pergi. Ia sangat sadar, itu berarti ia harus meninggalkan semuanya, segala apa yang telah ia peroleh selama ini. Namun itu bukan menjadi masalah bagi Darmi. Satu hal yang ia rasakan agak berat, bahwa ia harus jauh dari sahabat-sahabatnya. Ia katakan pada mereka, bahwa ia akan selalu mengingat segala kebaikan yang telah ia terima. Suatu saat Ia akan memberi kabar saat ia menemukan sesuatu yang ia cita-citakan. Sesuatu yang mampu meredam segala kegelisahan hatinya.
Entah dimana entah kapan, karena bagi Darmi cita-cita yang ingin diraih itu ibarat baju. Bukan masalah mahal dan murahnya baju itu. Tetapi masalah pas dan nyaman tidaknya baju itu dipakainya.
3 komentar:
biarpun dari dusun tetap harus punya cita2 dong.
cita cita hak setiap manusia jadi di mana aja tinggl bukan persoalan yang penting kejar cita2 itu semangat selalu
Cita2 memang tak memandang siapa dan dimana. Tanpa cita2..hidup ini serasa tanpa tujuan dan arah yg jelas. Salam.
Posting Komentar